Sabtu, 12 Desember 2020

Slowly Sunday

 Entah mengapa sejak dulu terasa lambat waktu berjalan kalau di akhir pekan. Namun makin bergerak cepat menjelang sore menuju malam.  Karena sejak pagi matahari hanya muncul sebentar membuat suasana agak muram. Ini minggu ke dua Desember yang artinya dalam dua minggu ke depan tahun baru menjelang. Sudah sangat lama sekali rasanya sejak terakhir ibadah di gereja. Walau GBI Kamboja sudah memulai ibadah offline minggu kemarin. Untuk GKI masih melanjutkan ibadah online yang sepertinya sampai Januari tahun depan.  Setidaknya di bulan Desember ini mengakhiri tahun 2020 ibadah masih dilakukan secara online. Namun sejak sering nonton sateduhnya Phillip Mantofa malah lebih cocok dengan cara pengajarannya. Memakai ilmu cocokologi maka beberapa hal yang disampaikan dalam live youtube yon Instagram secara bersamaan sesuai dengan keinginan saya. Entahlah apakah juga sesuai dengan kebutuhan. Saya merasa lebih relate dengan penyampaiannya. Lebih mudah diaplikasikan dalam keseharian. Nada bicaranya juga lembut dan mengayomi. Penyampaian juga terstruktur dengan rapih mirip seperti pak Aruna Wirjolukito. Basic pak Aruna sebagai dosen mungkin salah satu keunggulan. Sementara saya kurang paham apakah pak Phillip juga ada pengalaman sebagai pengajar. Selain itu konsistensi pak Phillip tiap Rabu dan Sabtu memberikan pengajaran melalui ibadah sateduh cukup signifikan untuk membuat jemaat tertarik dan disiplin dalam belajar firman. Kalau pak Aruna dan GBI Kebon sirih ada Wednesday Bible Wisdom. Keduanya sama-sama tentang pengajaran dan sama-sama asyik untuk ditonton sampai habis. Untuk ibadah minggu pak Phillip juga memberikan pengajaran yang cukup berkesinambungan. Jadi buat saya keduanya sama baik dan sama bagusnya dalam penyampaian. Terlebih penting keduanya memakai nada suara yang lembut dan enak didengar. Faktor nada juga memeranguhi saya saat mendengar kotbah. Entah mengapa apabila nada yang dipakai pengkotbah dalam berbicara agak keras kurang cocok buat saya. Meskipun setiap orang yang mengenal saya saya mengetahui bahwa kalau saya berbicara dipastikan nada suara keras atau orang bilang ngegas. Pasti akan ada yang berkata biasa aja ngomongnya atau udah ga usah ngegas. Hampir dipastikan saya merasa kesal karena buat saya itu nada suara biasa. Makanya saya luluh dengan nada suara yang lembut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar