Senin, 29 Agustus 2016

Selamat jalan kak Marisa

Hari minggu kemarin 28 Agustus 2016 ada kabar duka dari ruang ICU RS UKI Cawang Jakarta. Kak Marisa Tan boru Gultom istri Edwin Tan meninggal dunia pukul 08.20 pagi. Jenazah akan disemayamkan di Wisma Kasih Agape GBI Sawangan Depok. Ibadah penghiburan diadakan Minggu malam jam 19.00 sampai selesai. Ibadah perkabungan diadakan Senin jam 10 pagi dan jenazah akan dikuburkan di TPU Pondok Rangon.    

Saya tidak bisa datang menengok sewaktu kak Marisa masih dirawat di ICU RS UKI Cawang. Padahal sebenarnya saya bisa saja kesana sepulang dari RSCM Kencana. Namun hati dan pikiran sedang tidak sejalan karena saya sedang dalam mood yang kurang baik. Ada sedikit keegoisan saya yang terpikir dalam perjalanan menuju stasiun Cikini. Dapatkah saya meminta kak Marisa mendoakan saya untuk keinginan pribadi yang belum tercapai? Namun akhirnya akal sehat yang menang. Tidak mungkin saya meminta kakak berdoa bagi saya ketika kondisinya sendiri dalam keadaan yang memaksanya menempati ruang ICU. Dalam pemikiran saya saat itu adalah saya lebih baik mendatangi kakak di Sawangan. Pilihannya adalah saya menjenguk kakak yang sedang dalam pemulihan atau saya menatap kakak dalam peti mati saat ibadah perkabungan. Ternyata yang terjadi adalah pilihan kedua. Ya, saya datang ke ibadah perkabungan kakak. 

Setelah mendapat izin suami maka saya ambil cuti mengingat bahwa ibadah perkabungan dimulai jam 10 pagi dan tidak tahu selesai jam berapa. Jadi tidak mungkin juga coming late ke kantor. Saya berangkat dari rumah jam 9 pagi. Rencana naik bis jurusan Parung namun karena lama menunggu akhirnya saya memilih naik angkot jurusan prumpung dan akan lanjut dengan angkot jurusan parung. Berhubung duit didompet ada selembar ratusan ribu saya belanja di Indomaret agar dapat recehan. Keluar dari situ saya menunggu angkot dan diseberang ada ojek grab dan kami saling tatap-tatapan. Sebelumnya sempat terbersit mau naik ojek namun saya perhatikan sekitar tidak terlihat ojek pangkalan. Mau pakai aplikasi grab juga lokasi awal saya tidak tahu. Makanya ketika ojek grab dan saya saling lihat saya seperti tercerahkan. Ketika driver grab putar balik dan berhenti di depan saya maka kami bernegoisasi. Kesepakatan harga terjadi yaitu Rp. 20.000 sampai pintu gerbang WKA GBI Sawangan. Maka melajulah saya diatas motor. Pilihan saya terbukti tepat karena adanya perbaikan jalan sehingga apabila naik angkot maka saya akan sangat terlambat tiba. Walaupun saya terlambat setidaknya tidak terlalu lama. 

Ketika saya memasuki ruang ibadah ternyata sedang diadakan acara perkabungan adat batak sesuai suku darimana kakak berasal. Sesudah itu barulah ibadah dimulai diawali pujian penyembahan dan firman dibawakan oleh Pdt M. Riza Solichin sebagai gembala. Selesai firman ada pembacaan puisi, ada ucapan selamat jalan dan koor dari volunteer, sepatah kata dari pihak keluarga yang diwakili omnya kakak dan terakhir lagu dari anak-anak PAUD dan guru sekolah minggu. Keharuan dan isak tangis mewarnai jalannya ibadah. Dimana kami semua mengingat akan sosok pribadi kakak yang senantiasa menyediakan telinga dan hatinya untuk curhatan keluh kesah dan selalu mampu menguatkan kembali lutut yang goyah dan semangat yang patah. 

Saat sambutan dan ucapan perpisahan berlangsung terbersit dalam benak saya kejadian yang saya alami sebelum pernikahan kakak dengan Edwin. Saya mendapati terlebih dahulu keakraban antara kakak dan Edwin lebih dari sekedar teman namun sudah seperti sepasang kekasih. Akan tetapi saya heran karena teman-teman DM Sawangan sepertinya tidak menyadari hal itu. Hal ini saya rasakan ketika diajak menginap dirumah kakak dan ketika saya sampai saya dapati bahwa Edwin juga ada disana. Saat saya bertanya kepada teman-teman DM Sawangan ternyata hal tersebut adalah hal biasa dimana banyak teman DM yang sering main bahkan menginap dirumah kakak. Jadi jangan ada kesalahpahaman mengenai hal ini. Tak urung ketika kabar kakak dan Edwin mengakui bahwa mereka menjalin hubungan dan serius dengan kelanjutan hubungan mereka, saya dapati bahwa beberapa teman DM Sawangan terkejut. Namun hal itu tidak berlaku bagi saya karena saya sudah melihat dan merasakan adanya chemistry diantara kakak dan Edwin. Tak terasa seharusnya 9 Desember 2016 adalah tepat 10 tahun usia pernikahan mereka. Namun Tuhan berkehendak lain. Kakak telah berpulang lebih dulu meninggalkan Edwin dan anak mereka. 

Selamat jalan kak Marisa.

Kakak telah mencapai garis finish dan sangat layak menerima mahkota kehidupan. 

Kiranya keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan penghiburan dari Tuhan.

2 komentar:

  1. Thanks Meilan untuk posting blog mengenai Marisa yang nicknamenya Butet. Saya adalah tantenya Butet, adik yang paling kecil dari mamanya, kami hanya beda usia 7 tahun jadi Butet seperti adik untuk saya bukan keponakan. Anak2 saya hanya ingat kalau Kak Butet selalu clowning around, memang pribadinya begitu senang bercanda dan menghibur orang lain. Karena jarak tempat tinggal kita berjauhan sayang kami sekeluarga tidak bisa hadir dipemakaman hanya bisa tilpon sewaktu Butet masih di ICU, saya ucapkan selamat jalan sampai jumpa lagi dirumah Bapa dan terimakasih saya untuk Butet yang sudah membawa/sharing her happiness dengan saya.

    BalasHapus
  2. Thanks Meilan untuk posting blog mengenai Marisa yang nicknamenya Butet. Saya adalah tantenya Butet, adik yang paling kecil dari mamanya, kami hanya beda usia 7 tahun jadi Butet seperti adik untuk saya bukan keponakan. Anak2 saya hanya ingat kalau Kak Butet selalu clowning around, memang pribadinya begitu senang bercanda dan menghibur orang lain. Karena jarak tempat tinggal kita berjauhan sayang kami sekeluarga tidak bisa hadir dipemakaman hanya bisa tilpon sewaktu Butet masih di ICU, saya ucapkan selamat jalan sampai jumpa lagi dirumah Bapa dan terimakasih saya untuk Butet yang sudah membawa/sharing her happiness dengan saya.

    BalasHapus