Rabu, 10 Juni 2020

New normal

Kemarin posting di FB pengalaman new normal. Saya ulangi lagi kronologisnya. Sejak dicanangkan penerapan new normal saya berpikir harus antisipasi dalam hal transportasi umum khususnya commuter. Di IG dan twitter resmi commuterline banyak menunjukkan postingan foto maupun video antrian panjang sebelum masuk stasiun. Hal ini disebabkan adanya pembatasan jumlah penumpang baik di dalam kereta maupun di peron stasiun saat menunggu kedatangan kereta. Oleh karenanya saat saya WFO Rabu 10 Juni 2020 saya berinisiatif datang lebih awal. Niatnya mau naik kereta jam 07.05 wib keberangkatan awal stasiun dekat rumah dengan keyakinan dapat duduk. Ketika saya tiba di stasiun ternyata belum ada antrian jadi saya masuk stasiun sama seperti minggu-minggu sebelumnya saat penerapan PSBB. Karena kereta keberangkatan awal masih belum datang saya duduk di lobby stasiun sekitar 20 menit sambil membaca novel berjudul Clair karya Ary Nilandari yang sangat bagus jalan ceritanya. Tak terasa kereta pun tiba dan sesuai prediksi saya bebas memilih posisi duduk. Di stasiun tanah abang juga situasi terkendali mungkin karena jumlah penumpang di pagi hari lebih sedikit dibandingkan pagi hari sebelum Covid19 melanda. Kalau dulu perebutan posisi naik eskalator sangat kompetitif, ada selak menyelak ada dorong mendorong dan sikut menyikut. Namun di masa pandemi kebrutalan kami jauh berkurang. Saat ini yang saya alami seperti kondisi libur lebaran. Lebih santai dan tenang tanpa takut ketinggalan kereta penyambung akibat panjangnya antrian naik eskalator dan kebebalan penumpang jalur kanan eskalator yang tidak mau jalan padahal hukumnya wajib. Right side to remain stand and used the Left side to proceed. Kira-kira itulah sepenggal pengumuman yang tak lelah tak jemu dikumandangkan announcer di dalam kereta sesaat sebelum memasuki stasiun. Saat berjalan perlahan menikmati sepinya area stasiun Sudirman saya dikejutkan dengan ramainya kendaraan yang bersliweran di jalan raya. Situasinya mirip seperti hari pertama orang-orang mulai masuk kantor setelah menikmati libur lebaran. Jalan raya ramai lancar oleh mobil dan motor sehingga cenderung padat merayap. Pekerjaan seminggu harus dituntaskan dalam sehari WFO membuat saya baru selesai sekitar jam 6 sore. Oh iya selama WFO yang hanya sekali dalam seminggu saya sangat merindukan bis gratis transjakarta yang keberadaannya antara ada dan tiada. Saya tidak hafal jadwal jam operasionalnya di masa PSBB maupun saat penerapan new normal. Setiap saya pulang kantor saat WFO, sejak saya berjalan dari depan kantor sampai tiba di stasiun, saya tidak pernah berpapasan dengan bis gratis transjakarta. Sepertinya memang belum berjodoh. Ternyata kekhawatiran saya mengenai antrian masuk stasiun lagi-lagi tidak terjadi. Seperti pagi yang berjalan santai sorenya saya mendapati keadaan yang sama. Tidak ada antrian masuk stasiun dan kereta cukup lowong alias terisi penumpang secukupnya. Ketertiban juga terjaga setibanya saya di stasiun tanah abang. Keberadaan PKD yang dibantu aparat TNI amat terasa. Mereka tak henti mengingatkan penumpang yang turun dari kereta penyambung dan berniat pindah peron terpapar himbauan untuk membentuk dua jalur sambil menjaga jarak. Serta melakukan kewajiban untuk penumpang yang terpaksa berdiri di sebelah kanan agar terus melaju bukan diam saja tanpa merasa bersalah. Dengan begitu perpindahan penumpang antar peron tidak mejadi brutal seperti sebelum negara api menyerang. Kebiasaan yang sudah menjadi rutinitas adalah keyakinan saya bahwa lebih nyaman duduk dibandingkan berdiri membuat saya memilih menunggu kereta berikutnya walau di peron enam sudah ada kereta yang siap berangkat. Satu hal yang sangat menyebalkan dan mengganggu adalah goride yang sementara ditiadakan karena ketentuan social distancing dan PSBB. Sebab setiap saya memesan gocar selalu harus cancel atas permintaan driver dengan alasan posisinya yang jauh dari stasiun tempat saya turun. Ini selalu terjadi setiap saya memesan gocar dari stasiun ke rumah diatas jam 4 sore. Sebab ketika saya pesan gocar sebelum jam 4 sore kendala ini tidak terjadi. Saya menganggap driver gocar pilih-pilih orderan kalau sudah malam. Mereka enggan ambil orderan yang jaraknya dekat karena tarif murah atau karena posisi mereka jauh dari stasiun. Selalu saya yang inisiatif bertanya posisi di mana dan mereka tidak pernah inisiatif memberitahu lebih dulu. Pernah saya menunggu sekitar 10 menit karena saya lihat di aplikasi gojek angka menit berkurang namun posisi mobil tidak berubah lalu tahu-tahu menitnya berubah ke posisi awal. Terpaksa saya cancel akhirnya menghubungi suami minta dijemput. Hal ini berulangkali terjadi sehingga saya amat sangat enggan memakai gocar saat membutuhkan transportasi pulang dari stasiun ke rumah dan sangat merindukan serta mengharapkan goride dapat kembali di akses. Pengalaman kemarin saya akhirnya naik angkot dan berniat lanjut dengan ojek pangkalan untuk sampai ke rumah. Namun saya kurang beruntung karena ojek pangkalan tidak ada dan hal itu memaksa saya jalan kaki dengan jarak lumayan jauh dan beban kantong belanja yang berat di bahu dan tangan. Ada yang enak dan tidak enak dalam pengalaman new normal kemarin. Baiklah, kesusahan sehari cukup untuk sehari dan esok ada kesusahannya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar